❗ “Bun, anak sering nangis kejer, banting barang, bahkan guling-guling di lantai? Bukan karena mereka nakal, tapi otaknya belum bisa mengatur emosi!”
Banyak orang tua menganggap tantrum sebagai perilaku buruk atau kurang ajar. Padahal, secara psikologis, tantrum adalah respon alami dari otak anak yang belum berkembang sempurna untuk menyalurkan rasa frustasi, kecewa, atau lelah.
Daripada balik emosi, yuk kita pahami akar emosinya dan cara menghadapinya dengan tenang. ✨
๐ง 1. Otak Anak Masih Berkembang
Anak usia 1-5 tahun belum memiliki kontrol penuh terhadap emosi karena bagian otaknya—prefrontal cortex—belum matang. Maka wajar kalau emosi mereka meledak-ledak.
๐ Mereka belum bisa:
-
Menyampaikan keinginan dengan kata-kata
-
Mengatur rasa kecewa atau cemas
-
Membedakan emosi besar dengan reaksi kecil
๐ฌ 2. Belum Bisa Mengungkapkan Perasaan
Seringkali tantrum terjadi karena anak ingin sesuatu, tapi nggak bisa menyampaikannya dengan jelas.
๐ Contoh:
-
Lapar tapi tidak bilang → marah
-
Mau main tapi lelah → rewel
-
Merasa diabaikan → guling-guling
⚠️ 3. Lingkungan Juga Bisa Memicu Tantrum
Faktor seperti terlalu bising, terlalu ramai, atau anak kelelahan bisa memicu ledakan emosi.
๐งฉ Hal-hal seperti:
-
Transisi mendadak (dipaksa berhenti main)
-
Jadwal tidur berantakan
-
Overstimulasi gadget atau layar
๐ค 4. Orang Tua Sering Balik Emosi
Sikap orang tua yang reaktif justru memperpanjang tantrum. Anak bisa merasa:
-
Tak dimengerti
-
Tidak aman secara emosional
-
Dipermalukan
✅ 5. Cara Bijak Menghadapi Tantrum Anak
๐ Respons kita lebih penting daripada reaksinya mereka.
✨ Tips yang bisa Bunda terapkan:
-
Tetap tenang dan jangan terprovokasi
-
Dekati anak, jangan abaikan
-
Validasi perasaannya, misal: “Kakak kesal ya, nggak apa-apa kok merasa kesal”
-
Tunggu reda, baru ajak bicara dengan lembut
-
Jangan ancam, lebih baik beri pilihan: “Mau minum dulu atau peluk Mama?”
๐ก Penutup:
“Tantrum bukan tanda anak nakal. Itu sinyal: ‘Aku butuh bantuan untuk mengatur emosiku.’”
Dengan memahami alasan tantrum, kita jadi lebih mudah bersikap sabar dan penuh empati. Anak pun tumbuh dengan kemampuan emosional yang kuat dan sehat.
Komentar
Posting Komentar